10 Provinsi Ini Alami Deflasi Parah, Ada Kalimantan – Papua!

Pengunjung berbelanja kebutuhan bahan pokok di salah satu supermarket di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat, 26/4. Harga bahan pokok pasca Idulfitri 1445 Hijriah atau Lebaran 2024 cenderung tetap. Kendati demikian pasokan barangnya belum banyak.(CNBC indonesia Muhamad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhamad Sabki

Memasuki September 2024, Indonesia dihadapkan pada tantangan ekonomi yang serius dengan kabar buruk mengenai deflasi yang berlangsung selama empat bulan berturut-turut, disertai dengan kontraksi PMI manufaktur.

Pada Senin (2/9/2024), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk Agustus 2024 kembali mengalami deflasi, mencatatkan penurunan bulanan yang mengejutkan sebesar 0,03%.

Ini merupakan anomali dalam sejarah ekonomi Indonesia, terakhir kali terjadi pada tahun 1999. Penurunan ini terutama disebabkan oleh turunnya harga pangan yang bersifat volatil.

Lebih lanjut, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia juga mengalami kontraksi untuk dua bulan berturut-turut, mencapai 48,9 pada Agustus 2024, turun dari 49,3 pada Juli 2024.

Di bawah ini adalah daftar 10 wilayah di Indonesia yang mengalami deflasi terdalam pada Agustus 2024:

Kalimantan Tengah menjadi wilayah dengan penurunan IHK paling tajam. IHK di provinsi ini turun sebesar 0,39% secara bulanan, dari bulan sebelumnya, IHK tercatat di angka 105,53. Meskipun secara tahunan IHK di wilayah ini masih menunjukkan kenaikan sebesar 1,29%, penurunan bulanan yang besar ini mencerminkan adanya tekanan deflasi yang cukup kuat.

Selanjutnya ada Kalimantan Selatan dan Maluku yang juga mengalami penurunan cukup signifikan. IHK di Kalimantan Selatan turun 0,36% menjadi 105,88, sedangkan Maluku mencatat penurunan sebesar 0,34% dengan IHK sebesar 106,54.

Kedua wilayah ini juga masih menunjukkan pertumbuhan tahunan, masing-masing sebesar 1,71% dan 2,58%, yang menunjukkan bahwa meskipun terjadi deflasi bulanan, tekanan inflasi tahunan masih ada, meski mulai mereda.

Di Riau, IHK turun 0,27% secara bulanan menjadi 106,15, sementara di Sulawesi Tenggara, penurunan IHK tercatat pada 0,27% dengan angka IHK sebesar 106,33. Kedua wilayah ini juga menunjukkan pertumbuhan tahunan, masing-masing sebesar 1,99% dan 1,62%, tetapi penurunan bulanan ini mengindikasikan bahwa harga-harga mulai menurun dalam jangka pendek.

Sulawesi Tengah dan Kalimantan Barat masing-masing mencatat penurunan IHK sebesar 0,25% secara bulanan, dengan IHK di angka 106,75 dan 105,69. Penurunan ini terjadi meskipun kedua wilayah tersebut masih menunjukkan pertumbuhan tahunan masing-masing sebesar 2,14% dan 1,47%.

Nusa Tenggara Timur (NTT) juga mengalami penurunan IHK sebesar 0,25% menjadi 105,09, diikuti oleh Papua Tengah yang meskipun memiliki IHK tertinggi di antara wilayah-wilayah lain dalam daftar ini, yakni 109,93, tetap mencatat penurunan 0,24% secara bulanan.

Namun, Papua Tengah menunjukkan pertumbuhan tahunan yang cukup kuat sebesar 3,74%, menandakan bahwa meskipun ada tekanan deflasi dalam jangka pendek, inflasi tahunan masih cukup tinggi.

Sumatera Selatan dan Kalimantan Utara menutup daftar ini dengan penurunan IHK masing-masing sebesar 0,19%. IHK di Sumatera Selatan tercatat di 105,91, sementara di Kalimantan Utara berada di angka 105,30.

Kedua provinsi ini masih menunjukkan pertumbuhan tahunan sebesar 1,80% dan 1,59%, tetapi penurunan bulanan yang moderat ini tetap menunjukkan adanya penurunan tekanan inflasi dalam jangka pendek.

Kondisi ini mengindikasikan adanya pelemahan daya beli masyarakat yang terus berlanjut, terutama di tengah ketidakstabilan ekonomi global dan domestik. Menurut Hosianna Situmorang, Ekonom Bank Danamon, deflasi ini sebagian besar disebabkan oleh penurunan harga pangan yang bersifat volatil.

Senada dengan itu, Josua Pardede, Chief Economist Bank Permata, menyatakan bahwa deflasi yang diikuti dengan penurunan PMI Manufaktur menjadi indikasi kuat adanya penurunan daya beli masyarakat.

Paul Smith dari S&P Global Market Intelligence menambahkan bahwa penurunan dalam manufaktur Indonesia semakin intensif, ditandai dengan penurunan tajam dalam pesanan baru dan output untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.

Hal ini semakin memperjelas kondisi ekonomi yang sedang mengalami tekanan, dan menurut Fithra Faisal, Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia, diperlukan dukungan kebijakan yang potensial untuk menstabilkan sektor manufaktur ini.

https://extension.jp.net/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*