Kepala Badan Meteorologi, Klimagtologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, pengungkapan potensi ancaman megathrust yang mengintai RI bukan sebagai peringatan dini, apalagi prediksi. Sebab, ujarnya, BMKG tidak bisa memprediksi kapan megathrust terjadi.
Karena itu, dia mengimbau agar tidak dimaknai keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat. Hal itu disampaikannya saat Webinar Waspada Gempa Megathrust yang digelar online oleh Departemen Teknik Geofisika ITS bersama PVMBG, Selasa (20/8/2024).
“Kami belum bisa memprediksi gempa, mau megathrust, minithrust. Kami sudah mulai tapi akurasinya belum sehingga tidak kami terapkan. Masyarakat diimbau untuk tetap beraktivitas seperti biasa,” kata Dwikorita.
“Informasi potensi gempa dan tsunami merupakan upaya persiapan untuk mencegah risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa. Potensi Gempa dan Tsunami akan selalu ada dan kapan terjadinya tidak dapat diprediksi, sehingga upaya mitigasi tetap harus terus disiapkan,” tegasnya.
Dwikorita juga menegaskan, pengungkapan itu dilakukan bukan untuk membuat kegemparan agar masyarakat menjadi takut atau heboh. BMKG, lanjut dia, belajar dari Jepang.
Negara itu, sebutnya, telah memiliki literasi gempa yang mumpuni, karena sudah melakukan pengamatan dan monitoring gempa sejak 1.137 tahun lalu. Hasilnya, ketika ada informasi mengenai potensi bencana-gempa, publik di Jepang tak lagi kaget dan sibuk berdiskusi apalagi berwacana.
BMKG, tegas Dwikorita, tidak melakukan pengingkaran soal informasi potensi megathrust. Pun, tidak bertujuan memicu kecemasan massal.
“Kami katakan, memang ada. Tapi kan kami tujuannya bukan untuk kecemasan, ketakutan. Tapi, mari kita sempurnakan mitigasi kita. Dan tekad kuat mewujudkan mitigasi yang konkret. Sadar dengan keyakinan kuat bahwa mitigasi akan menyelamatkan kita,” katanya.
Dan, lanjut Dwikorita, sebaiknya Indonesia tidak hanya sibuk dan terpaku pada terkuaknya informasi mengenai megathrust. Sebab, imbuh dia, wilayah Indonesia memang kawasan rawan gempa kuat dan tsunami akibat banyaknya sumber gempa.
“Sumbernya itu tidak hanya megathrust. Jangan dilupakan. Kita sibuk megathrust, patahan yang ada di darat, di bawah kaki kita. Yang ada di Sumatra, di Jawa, di Sulawesi. Patahan-patahan ini juga berbahaya meski magnitudonya tidak mega, hanya 5 koma sekian, faktanya rumah pada roboh. Karena rumah belum standar tahan gempa,” ungkapnya.
Dwikorita menjelaskan, megathrust adalah sumber gempa subduksi lempeng. Di mana terdapat bidang kontak antar 2 lempeng tektonik di kedalaman dangkal, kurang dari 50 km.
“Kontak tumbukan antara lempeng samudera, menumbuk di bawah lempeng benua. Itu lah yang dikatakan zona megathrust. Kenapa mega? Karena ukurannya mega, panjangnya ribuan kilometer. Thrust itu patahan naik. Karena di zona tumbukan, saat terjadi menumbuk, satu di bawah satu di atas, akan mengalami deformasi,” terangnya.
“Yang bagian atas melengkung ke atas, dan lengkungan itu lama-lama akan patah. Maka akan patah naik. Saat patah, terlepaslah kumulasi energi yang sudah tertahan bahkan sampai ratusan tahun. Makanya gempanya diberi nama gempa megathrust,” tambahnya.
Kekuatan gempa megathrust, ujarnya, tidak selalu besar. Karena ada bagian-bagian yang mengalami gesekan, atau tumbukan yang terjadi tidak sekalgus besar.
“Itu lah sebabnya, ada yang seharusnya sudah periode ulang patah, nggak patah-patah. Karena ada yang mengganjal. Dan saat ganjal itu lepas, nggak langsung seketika. Gempa yang kami catat di megathrust itu ada yang kecil-kecil,” paparnya.
Gempa-gempa itulah, jelasnya, meski berkekuatan kecil, harus dicatat dan dimonitor. Untuk memantau tren yang terjadi.
“Apakah semakin menguat? Kala yang kecil-kecil ini semakin sering, semakin meningkat, kita harus siaga,” kata Dwikorita.
“Kebetulan di 13 segmen (megathrust) itu ada 2 segmen yang periode ulangnya belum lepas. Yang 11 sudah lepas dengan magnitudo beragam. Yang belum adalah segmen Selat Sunda-Banten dan segmen Mentawai-Siberut,” ujarnya.
Skenario terburuk, kata Dwikorita, jika kedua segmen itu akhirnya lepas, berdasarkan perhitungan para pakar, bisa berkekuatan M8,9 (segmen Mentawai-Siberut) dan M8,7 (segmen Selat Sunda-Banten).
“Itu skenario terburuk. Kalau terjadi ternyata nggak sebesar itu, jangan mengeluh. Karena skenario terburuk itu penting untuk kita belajar agar lebih tangguh. Itu lah motivasi kita ngomongin megathrust. Untuk mengingatkan ayo berlatih, ayo siapkan. Apakah peta bahaya sudah siap, tata ruangnya? Ini penting,” cetusnya.
Dalam hal ini, lanjut Dwikorita, BMKG kini sudah memiliki sensor seismograf di 533 lokasi. Lokasi-lokasi itu tersebar di sepanjang zona-zona megathrust. Yang juga dilengkapi sirine.
Dalam pelaksanaannya, pemanfaatan informasi dari sensor tersebut diteruskan BMKG untuk kemudian pemerintah daerah segera melakukan mitigasi.
“Diharapkan bisa langsung diketahui kekuatannya (gempa megathrust yang terjadi). Dan yang paling penting, berpotensi tsunami atau tidak. Karena tsunaminya itu bisa 10 meter, 20 meter. Dan bisa diketahui tsunami itu kapan datang. Ini namanya prediksi, peringatan dini,” ujarnya.
“Peringatan dini bukan di megathrustnya. Tapi apakah akan tsunami, lalu seberapa tinggi? Setengah meter atau 3 meter? Dan berapa menit setelah kejadian (prediksi tsunami setelah gempa). Dan informasi ini disampaikan ke masyarakat agar bisa langsung evakuasi ke zona aman. Harapannya tidak ada korban, atau zero victim,” kata Dwikorita.
Seperti diketahui, BMKG sebelumnya mengungkapkan, banyak ancaman bencana alam yang mengintai Indonesia. Mulai dari gempa bumi, tsunami, perubahan iklim, cuaca ekstrem, hingga letusan gunung berapi.
“Sejarah membuktikan, bencana alam menjadi ancaman nyata keselamatan masyarakat dunia. Kami, Indonesia, Australua, dan India berkolaborasi untuk melindungi 25 negara di sepanjang Samudera Hindia,” kata Dwikorita dalam keterangan di situs resmi, dikutip Jumat (9/8/2024).
“Perlu diketahui, Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang memiliki banyak ancaman bencana alam. Contohnya adalah gempa bumi, tsunami, perubahan iklim, cuaca ekstrem, dan letusan gunung berapi. Bencana multi hazard yang harus ditangani dengan serius jika tidak ingin banyak masyarakat yang terdampak,” kata Dwikorita.
Salah satu potensi sumber bencana yang juga mengintai RI adalah gempa besar yang dipicu oleh tumbukan lempeng di zona megathrust. BMKG mencatat, Indonesia dikelilingi 13 segmen megathrust.
1. megathrust Mentawai-Pagai dengan potensi gempa M8,9
2. megathrust Enggano dengan potensi gempa M8,4
3. megathrust Selat Sunda dengan potensi gempa M8,7
4. megathrust Jawa Barat-Jawa Tengah dengan potensi gempa M8,7
5. megathrust Jawa Timur dengan potensi gempa M8,7
6. megathrust Sumba dengan potensi gempa M8,5
7. megathrust Aceh-Andaman dengan potensi gempa M9,2
8. megathrust Nias-Simelue denga potensi gempa M8,7
9. megathrust Batu dengan potensi gempa M7,8
10. megathrust Mentawai-Siberut dengan potensi gempa M8,9
11. megathrust Sulawesi Utara dengan potensi gempa M8,5
12. megathrust Filipina dengan potensi gempa M8,2
13. megathrust Papua dengan potensi gempa M8,7.