Ilustrasi tawuran/perkelahian penganiayaan. Shutterstock
Seorang pelajar berinisial AAP, 16 tahun, yang sempat koma akibat penganiayaan yang diduga dilakukan teman-temannya di sebuah Madrasah Aliyah (MA) di Jakarta Selatan dinyatakan telah siuman. Ayah korban, M, 49 tahun, mengatakan anaknya telah menunjukkan tanda siuman dengan menggerakkan jari tangan pada Kamis, 10 Oktober 2024.
Sehari sebelumnya, tim bedah dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih, Jakarta Timur, selesai mengoperasi kepala AAP. Menurut keterangan M, operasi itu adalah upaya menyelamatkan nyawa AAP yang sempat dinyatakan kritis.
’Pak ini anak bapak ini, saya cuma menolong untuk hidup aja. Nah, kalau untuk hidup aja bisa anak bapak ini’,” ucap M menirukan penjelasan dokter bedah tentang kondisi AAP pada Tempo, Sabtu, 12 Oktober 2024.
M telah melihat hasil Computed Tomography (CT) scan kepala anaknya yang menunjukkan adanya cedera berat di belahan otak kanan dan kiri AAP. “Otak kanannya itu pendarahan hebat. Pendarahan yang banyak. Terus ada memarnya juga otaknya. Terus otak yang sebelah kiri itu remuk, rusak,” kata dia.
Dengan tingkat kerusakan organ otak yang dinilai fatal itu, kata M, dokter memperkirakan sulit bagi AAP untuk hidup normal seperti semula. Berdasarkan observasi sementara hingga kemarin, M menyampaikan anaknya belum bisa berkomunikasi meski telah siuman.
Tempo yang berkesempatan mengunjungi AAP di ruang intensive care unit (ICU), melihat AAP membuka mata dengan pandangan ke atas. Saat Mukti mencoba mengajak berbicara, AAP mengeluarkan suara samar dengan bibir yang sedikit terbuka. Dalam kunjungan singkat itu, AAP menggerakkan tangan kirinya serta kedua kakinya.
Meski telah siuman, kata M, AAP belum bisa merespon stimulus yang diberikan oleh dokter. M mereka ulang kejadian saat dokter memanggil AAP sembari menepuk kedua tangan untuk memusatkan perhatian anaknya. “AAP, pejamkan mata. Enggak dengar kan? Enggak pejamkan mata kan? Cuma begitu aja bisanya sekarang,” demikian M menirukan.
M menyebut dokter juga memberikan instruksi agar anaknya mengangkat tangan. Namun AAP belum bisa mengikuti intruksi itu, termasuk juga tidak menjawab saat dipanggil. Respon yang masih minim itu, kata M, membuat dokter memberikan diagnosis bagi AAP.
“Untuk masalah berbicara itu gak ada lagi. Sampai kedepannya katanya. Kalau bisa itu ya atas izin mukjizat dari Allah mungkin bisa. Jadi kata dokter itu ya kesimpulannya cacat seumur hidup,” kata dia. Kini AAP telah dipindah dari ICU dan dirawat di ruang observasi lantai 9 RSUD Budhi Asih.