Brigadir Rudi Soik (tengah) saat memasuki Kejaksaan Tinggi NTT, 24 November 2014. Sebelumnya ia ditahan di Markas Kepolisian Daerah NTT. TEMPO/Jhon Seo
Kelompok yang menamakan diri Aliansi Warga NKRI Tuntut Reformasi Polri menyoroti peristiwa pemecatan Inspektur Polisi Dua Rudi Soik yang dilakukan oleh Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebelum diberhentikan dengan tidak hormat, Ipda Rudi Soik sempat mengklaim dirinya diberikan sanksi karena mengungkap kasus penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) ilegal di Kota Kupang, NTT.
Ketua Yayasan Konsultasi dan Bantuan Hukum (YKBH) Justitia NTT, Veronika Ata, menyebut kasus pemecatan Ipda Rudi bertentangan dengan perintah Kapolri Listyo Sigit Prabowo soal pemberian sanksi tegas kepada pihak mana pun yang menyalahgunakan BBM bersubsidi. Perintah Kapolri tersebut juga termasuk jika ada anggota kepolisian yang terlibat dalam memperdagangkan BBM bersubsidi.
Menurut aliansi ini, pemecatan Ipda Rudi Soik merupakan bentuk pembangkangan yang dilakukan di tubuh Polda NTT. “Mengapa seorang Kasat Serse yang mengemban tugas kelembagaan dalam membuka kebocoran subsidi BBM untuk nelayan malah dipecat?” tutur Veronika dalam keterangan tertulis pada Senin, 14 Oktober 2024.
Ia juga mempertanyakan ihwal pemasangan garis polisi atau police line yang dipersoalkan oleh Polda NTT. Padahal, pemasangan itu sudah mendapat persetujuan Kapolres Kota Kupang, Kombes Aldinan RJH Manurung. “Pemecatan Ipda Rudi Soik adalah korban dari kuatnya jaringan mafia BBM yang diduga dibekingi aparat keamanan yang tidak ingin pendapatan haram mereka terusik,” kata Veronika.