Tanda makin rusaknya bumi karena perubahan iklim muncul di Malam hari kini terasa panas dari biasanya.
Bahkan “malam tropis” diprediksi memecahkan rekor cuaca Korea Selatan (Korsel). Ini terjadi saat semenanjung dilanda gelombang panas yang berkepanjangan.
“Seoul mengalami malam tropis ke-24 berturut-turut hingga Rabu, menandai periode terpanjang kedua sejak pengamatan cuaca modern dimulai pada tahun 1907,” tulis AFP, dikutip Rabu (14/8/2024).
“Dengan peramal cuaca mengatakan gelombang panas akan terus berlanjut hingga minggu depan, negara itu kemungkinan akan memecahkan rekor, 26 hari berturut-turut, pada Sabtu (17/8/2024),” tambah laman itu.
Fenomena malam tropis mengacu pada suhu yang tidak turun di bawah 25 derajat Celsius pada malam hari. Menurut data dari kementerian dalam negeri Seoul, 21 orang telah meninggal karena dugaan penyebab terkait panas sejauh tahun ini.
Kematian karena panas juga menyerang ratusan ribu ternak sepanjang 2024. Panas yang menyengat telah menyebabkan pembatalan tiga pertandingan bisbol profesional di Korsel pada Agustus ini, yang merupakan pertama dalam sejarah liga selama 43 tahun.
“Suhu Korsel meningkat dengan kecepatan yang tajam,” kata kepala Badan Meteorologi Korea Chang Dong-eon, kepada kantor berita Yonhap.
“Tanda-tanda perubahan iklim di semenanjung lebih kuat daripada di tempat lain,” katanya.
“Suhu rata-rata semenanjung Korea selama tiga dekade terakhir (1991 hingga 2020) telah meningkat sebesar 1,6 derajat dibandingkan dengan periode 1981 hingga 2010,” kata Chang.
Permintaan listrik Korsel juga mencapai titik tertinggi sepanjang masa awal pekan. Ini karena naiknya penggunaan AC dan kipas angin.
Menurut Korea Power Exchange, penggunaan mencapai 102,3 gigawatt pada hari Senin, melampaui rekor sebelumnya sebesar 100,5 gigawatt yang ditetapkan Agustus lalu. Sebaliknya, Korut yang miskin telah lama mengalami kekurangan listrik, dan para ahli mengatakan sebagian besar penduduk tidak memiliki akses ke AC.
“Jumlah rata-rata hari panas ekstrem yang dialami kota-kota Korsel telah berlipat ganda selama dua dekade terakhir,” kata Greenpeace Korea minggu ini.
“Ini jelas menggambarkan meningkatnya suhu secara global, yang menyebabkan ketidakpastian yang lebih besar dan kerusakan yang lebih luas,” kata aktivis Greenpeace Lee Sun-ju.
Menurut European Copernicus Climate Change Service, suhu global rata-rata selama 12 bulan terakhir (Juli 2023 hingga Juni 2024) adalah yang tertinggi yang pernah tercatat. Para ilmuwan menekankan bahwa gelombang panas yang berulang merupakan ciri khas pemanasan global yang terkait dengan perubahan iklim.
Sementara itu, hal sama juga terjadi di Korea Utara (Korut). Negeri Kim Jong Un mengeluarkan peringatan tentang “panas yang menyengat” dengan suhu hingga 37 derajat Celsius.
“Di negara kami, kami menyaksikan panas yang menyengat dalam beberapa hari terakhir,” kata seorang pejabat di Administrasi Hidro-Meteorologi Negara Korut.
“Daerah pusat termasuk Pyongyang telah terkena dampaknya,” tambahnya.
“Panas ekstrem 33 hingga 37 (derajat Celsius) diperkirakan terjadi di beberapa wilayah. Itulah sebabnya kami mengumumkan peringatan akan panas ekstrem ini hingga 14 Agustus,” imbuhnya.