Awas! 2025 Bakal Jadi Petaka, Rakyat RI Siap-Siap

Tahun 2025 tinggal lima bulan lagi dan masyarakat tampaknya mulai mengeluhkan akan rencana kenaikan harga, beberapa iuran, dan potongan gaji. Pada hari ini saja, PT Pertamina (Persero) resmi melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi, khususnya jenis Pertamax (RON 92) yang berlaku hari ini Sabtu (10/8/2024).

Pertamina sudah mengumumkan penyesuaian harga BBM pada Jumat kemarin malam melalui situs resmi Pertamina. Sebelumnya, Pertamina melalui PT Pertamina Patra Niaga juga telah resmi menaikkan harga empat jenis produk BBM non subsidi di seluruh provinsi pada 2 Agustus lalu.

Adapun jenis BBM non subsidi yang mengalami kenaikan pada 2 Agustus lalu yaitu Pertamax Green (95), Pertamax Turbo (RON 98), Dexlite (CN 51), dan Pertamina Dex (CN 53). Keempat jenis BBM non subsidi tersebut rata-rata naik di sekitar Rp 300 hingga Rp 1.100 per liter.

Bahkan, Pemerintah RI akan mempertajam siapa saja yang berhak membeli BBM subsidi seperti Pertalite (RON 90) dan solar subsidi. Hal itu nantinya akan tertuang dalam sebuah aturan yang saat ini masih digodok oleh pemerintah.

Sebelumnya, memang berembus kabar bahwa kelak yang akan dilarang menggunakan BBM subsidi adalah kendaraan dengan cubicle centimeter (CC) yang tinggi di atas 2.400 CC sekelas Pajero dan Fortuner.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan, sejatinya Fortuner dan Pajero merupakan mobil ‘bagus’. Dia juga mempertanyakan kelayakan spek BBM solar subsidi untuk dipakai pada mobil tersebut.

“Kira-kira layak gak ya dia (Pajero dan Fortuner)? Sepertinya mobilnya juga kan bagus,” kata Dadan Saat ditanya kepastian apakah mobil sekelas Pajero dan Fortuner apakah sudah tidak bisa lagi membeli Solar Subsidi, saat ditemui di Kantornya, Jakarta, dikutip Sabtu (10/8/2024).

Terlepas dari mulai naiknya harga minyak, tetapi di awal 2025 saja, ada kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Tentunya hal ini dapat memberatkan masyarakat dan berpotensi menurunkan daya beli.

Berikut daftar kenaikan yang akan terjadi di 2025.

Sinyal tarif pajak pertambahan nilai (PPN) akan tetap naik menjadi 12% pada 2025 semakin jelas.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kenaikan tarif itu telah jelas menjadi amanat Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

“Kan undang undangnya sudah jelas ya. Kecuali ada hal yang terkait dengan Undang-undang, kan tidak ada,” kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Kamis (8/8/2024).

Meski begitu, Airlangga menekankan, masuk tidaknya keputusan kenaikan PPN dalam APBN tahun depan harus menunggu keputusan Presiden Joko Widodo, saat membacakan nota keuangan dan RUU APBN 2025.

“Jadi kita monitor saja catatan nota keuangan nanti. Nanti kita dengar saja nota keuangan,” tegas Airlangga.

Pemerintah pun telah melakukan simulasi penerapan kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada awal 2025. Namun, untuk penerapannya masih tergantung keputusan pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

“Sudah kita simulasikan plus minusnya, kira-kira potensinya berapa, kemudian dampaknya ke sektor usaha, itu sudah,” kata Susiwijono di kantornya, Jakarta, Senin (5/8/2024).

Sesuai ketentuan UU HPP pengenaan tarif PPN 12% itu diamanatkan berlaku mulai 1 Januari 2025. Namun, karena ada permintaan dari sektor usaha, khususnya pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia supaya ditunda, simulasi itu dilakukan untuk melihat dampaknya.

“Kalau dampak potensinya kan gampang hitungnya, naik dari 11% ke 12% itu kan berarti naik 1%, 1 per 11 itu kan katakan 10% total PPN kita realisasi setahun Rp 730-an triliun, berarti kan tambahnya sekitar Rp 70-an triliun,” tegas Susiwijono.

“Hitung dengan dampak ekonominya kira-kira kalau dengan itu bagaimana, nanti kemampuan bisnis serta sektor industri kita dan sebagainya, tinggal disandingkan,” ungkapnya.

Iuran BPJS Kesehatan dikabarkan akan naik pada 2025. Sebagaimana dikatakan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.

Meski begitu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah belum membahas besaran tarif iuran yang akan naik itu.

“Belum kita bahas antar kementerian terkait,” kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Jumat (9/8/2024).

Sebagaimana diketahui, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti memberikan sinyal kenaikan besaran iuran itu hanya untuk kelas I dan II.

Kenaikan tarif iuran itu akan diterapkan menjelang pemberlakuan kelas rawat inap standar (KRIS) mulai 30 Juni 2025, yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024.

“Bisa, (iuran) bisa naik. Dan saat ini sudah waktunya juga naik,” katanya di Krakatau Grand Ballroom TMII, Jakarta Timur, dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (8/8/2024).

Sementara itu, dia memastikan iuran peserta kelas III tidak akan berubah karena peserta tersebut umumnya merupakan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

“Kalau kelas III gak akan naik. Kelas III itu kan, mohon maaf, umumnya PBI kan kelas 3,” tegasnya.

Sayangnya, Ghufron belum mengungkapkan kapan tepatnya besaran iuran BPJS Kesehatan akan naik. Namun, dia memastikan kebijakan ini bakal diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).

Dalam kesempatan ini, Ghufron juga menegaskan tarif iuran BPJS Kesehatan tidak akan dibuat single tarif. Artinya, setiap kelas peserta bakal tetap membayar sesuai dengan porsinya.

3. Potensi Kenaikan BBM

Pemerintah berencana memangkas subsidi BBM pada tahun 2025 mendatang. Jika benar demikian, maka masyarakat harus bersiap untuk kenaikan tarif BBM di tahun depan.

Rencana kebijakan ini terungkap dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025. Dalam dokumen tersebut, pemerintah mendorong dilakukannya pengendalian kategori konsumen untuk BBM jenis Pertalite dan Solar.

Peningkatan konsumsi BBM ditambah harga jual yang berada di bawah harga keekonomian mengerek beban subsidi dan kompensasi. Selain itu, penyaluran BBM Subsidi saat ini dinilai kurang tepat pasalnya lebih banyak dinikmati mayoritas rumah tangga kaya.

Dengan pengendalian konsumen yang berkeadilan, diperkirakan dapat mengurangi volume konsumsi Solar dan Pertalite sebesar 17,8 juta KL per tahun.

“Keseluruhan simulasi reformasi subsidi dan kompensasi energi ini diproyeksikan akan menghasilkan efisiensi anggaran sebesar Rp 67,1 triliun per tahun,” demikian dikutip dari Dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025, Jumat (24/5/2024) lalu.

4. Potensi Kenaikan Harga Gas Elpiji

Selain berencana memangkas subsidi BBM, pemerintah juga berencana untuk memangkas subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau gas Elpiji ukutan 3 kg. Bahkan, subsidi tersebut direncanakan akan dialihkan menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno mengatakan pemerintah berencana untuk merubah skema pemberian subsidi pada produk gas tabung 3 kg atau gas melon menjadi BLT.

Namun, Ia menyebut rencana ini masih dalam tahap pembahasan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama DPR.

“Kementerian ESDM telah mereka bahas dengan kami (DPR) mengenai ini (rencana perubahan skema subsidi LPG 3 kg). Karena kami mengeluhkan, saya secara pribadi mengeluhkan bahwa sasaran pemberian subsidi untuk LPG 3 kg itu tidak tepat, karena 80% penggunanya itu masyarakat mampu,” kata Eddy kepada detikcom, Selasa (16/7/2024).

Meski begitu, menurutnya perubahan skema subsidi gas melon ini diperkirakan baru akan diuji coba pada akhir 2025 mendatang. Sehingga jika benar nanti skema pemberian subsidi diganti, langkan ini baru bisa berjalan pada 2026 mendatang.

Sebab nantinya pemberian subsidi LPG 3 kg ini akan mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk memastikan betul siapa penerima yang berhak dan yang tidak. Padahal, saat ini menurut Eddy masih ada yang perlu dibenahi dari DTKS saat ini agar pemberian bantuan lebih tepat sasaran.

“Sekarang kan (pemberian bansos) acuannya adalah DTKS. Makanya kenapa proses ini memakan waktu, karena harus mempersiapkan infrastruktur untuk peng-transferannya. Karena setiap penerima itu harus memiliki rekening bank. Diperhitungkan kurang dari 5% itu tidak memiliki rekening bank karena ada di pelosok sekali, itu bagaimana dengan pemberiannya,” ucapnya.

Tentunya, jika subsidi gas Elpiji 3 kg dialihkan, maka ada potensi kenaikan harga yang cukup tinggi. Komisi VII DPR RI mengungkapkan harga asli atau harga keekonomian dari tabung LPG tersebut.

“Di dalam setiap tabung LPG 3 kg, ada subsidi pemerintah Rp 33 ribu. Jadi kalau harganya sekarang adalah katakan saja Rp 20 ribu deh harganya, artinya kan keekonomiannya Rp 53 ribu kan? Kurang lebih kalau keekonomiannya seperti itu,” ujar Soeparno kepada CNBC Indonesia.

Diperkirakan nilai subsidi LPG 3 kg mengalami pembengkakan beberapa tahun ke depan. Sebab asumsi antara DPR dengan pemerintah menyetujui adanya peningkatan konsumsi LPG di Indonesia pada tahun 2025 mendatang.

Sebelumnya, pemerintah menargetkan subsidi dan kompensasi energi bisa terpangkas Rp 671 triliun pada 2025 mendatang. Ini dapat tercapai jika transformasi subsidi dan kompensasi energi bisa dijalankan dalam jangka pendek atau tahun depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*