Permintaan ayam dan telur potensi bakal meningkat seiring dengan penyerapan dari makan bergizi gratis yang menjadi penyeimbang dari kondisi kelebihan pasokan di industri selama ini.
Kelebihan Pasokan Ayam dan Telur Terserap Makan Bergizi Gratis
Dalam beberapa tahun terakhir, komoditas ayam dan telur di Indonesia mengalami terlalu banyak produksi. Alhasil, pada 2023 terjadi over supply sampai 20% yang membuat harga turun.
Menurut data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) oleh Bank Indonesia (BI), harga ayam dan telur sepanjang 2023 lalu telah turun sekitar 5%. Posisi harga terkini hingga 11 Oktober 2024 pukul 13.00 WIB, juga belum terlalu jauh dari harga akhir tahun lalu.
Pada 2023, ayam dan telur mengalami kelebihan pasokan hingga 20% yang membuat harga relatif dalam ten turun.
Oleh karena itu, guna mengurangi pasokan berlebih, melalui program makan bergizi gratis, ditambah program pengurangan kuota impor sampai 19% menjadi 530.000 pada 2024 diharapkan bisa membuat harga ayam dan telur kembali pulih.
Ayam dan telur potensi menjadi pilihan sumber protein paling utama mengingat untuk program makan bergizi gratis mengingat harga yang relatif murah dibandingkan komoditas lain, seperti ikan, daging sapi, dan lain-nya.
Proyeksinya hal ini akan membuat oversupply terhadap ayam dan telur diperkirakan turun menjadi 9% pada tahun ini, kemudian pada 2025 berlanjut menjadi 5%.
Guna menjaga harga lebih lanjut, pemerintah juga merevisi harga referensi unggas melalui peraturan Perbadan No.6/2024 di satu harga menjadi Rp25.000 per ekor. Meskipun untuk harga dasar ayam hidup dan ayam umur satu hari (day old chicks/DOC) belum ada ketentuan.
Katalis positif juga datang dari kebijakan baru yang diterapkan Kementerian Pertanian dan Satuan Tugas Pangan Polri (Satgas Pangan Polri) untuk menjamin stabilitas harga supaya melindungi peternak lokal dari gejolak pasar dengan menetapkan harga minimum ayam hidup yang berukuran 1,6 kg – 2 kg senilai Rp20.000 per kg.
Harga Kedelai dan Jagung Turun, Beban Sektor Poultry Berkurang
Berikutnya, sektor ini masih potensial mendapatkan keuntungan dari keringan beban akibat penurunan harga kedelai dan jagung.
Hal tersebut terjadi karena ada perubahan cuaca dari El Nino yang kering menjadi La Nina dengan tingkat curah hujan naik.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi, fenomena La Nina di Indonesia akan terjadi mulai Oktober 2024. Prediksi ini muncul berdasarkan Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian III September 2024 yang dirilis BMKG pada Kamis (3/10/2024) lalu.
Secara umum, BMKG menyebut. La Nina cenderung menyebabkan kondisi yang lebih basah di Indonesia.
Ketika lahan pertanian ini menjadi lebih basah, biasanya hasil panen akan lebih berlimpah, hal ini kemudian berdampak pada penurunan harga.
Melansir data trading economic, harga jagung dalam setahun terakhir sudah turun sekitar 15%, sementara kedelai susut lebih dalam lebih dari 20%.
Saham Ayam Dapat Berkah : CPIN, JPFA, CMRY
Kami melihat dari adanya katalis yang menguntungkan sektor ayam-ayaman ini setidaknya akan menguntungkan tiga emiten yakni PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), dan PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY).
Menariknya, ketiga emiten tersebut memiliki bisnis pengolahan frozen food yang cukup menarik minat pasar signifikan sejak pandemi Covid-19 lantaran menjadi makanan yang praktif, mudah diolah, dan bisa disimpan dalam lebih lama.
Pangsa pasar untuk ayam beku sendiri saat sebelum Covid-19 sudah melonjak sekitar 10% di pasar modern, setelah pandemi market share-nya naik lebih tinggi hingga 15% – 20%.
Menurut data Statista Market Insights, pasar daging olahan Indonesia mencapai US$ 3,19 miliar atau setara Rp49,76 triliun. Daging olahan yang dibekukan ini pada lima tahun mendatang diproyeksikan bisa naik hingga 6,6% setiap tahunnya, dengan nilai mencapai US$ 4,68 miliar atau lebih dari Rp70 triliun.