Harta Karun Langka Ini Bisa Bawa Geng Negara Selatan Salip AS-China

Begini Peran Amerika Serikat-China Pada Mineral Kritis Dunia
Foto: Infografis/ Peran Amerika Serikat-China Pada Mineral Kritis Dunia/ Edward Ricardo

Negara-negara belahan bumi selatan yang umumnya merupakan negara berkembang menguasai hampir 80% bahan tambang yang tergolong critical mineral. Namun sayangnya negara berkembang dianggap belum memaksimalkan kepemilikan critical mineral untuk mendorong perekonomiannya.

Direktur Kolaborasi Internasional Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Imaduddin Abdullah mengatakan critical mineral saat ini sangat dibutuhkan dunia terutama untuk pengembangan energi yang ramah lingkungan. Menurut dia, belakangan ini kebutuhan terhadap barang tambang langka seperti tembaga, nikel, lithium, kobalt dan sebagainya itu sedang naik dan menyebabkan harganya menjadi mahal.

“Saat ini ada banyak upaya transisi energi, konsekuensi dari hal tersebut adalah kebutuhan atau permintaan terhadap mineral kritis itu mengalami peningkatan signifikan,” kata Imaduddin saat dihubungi, Kamis, (29/8/2024).

Imaduddin menilai kepemilikan mineral kritis oleh negara berkembang ini sebenarnya merupakan sebuah peluang emas bagi perekonomian. Sebab, hampir 80% mineral kritis diproduksi di negara-negara belahan bumi selatan. Bandingkan dengan negara maju yang kapasitas produksinya hanya 10% dari produksi total dunia.

“Kritikal mineral itu hampir 80% diproduksi di negara berkembang,” kata dia.

Sayangnya, kata dia, negara-negara berkembang saat ini masih banyak yang mengekspor barang tambang itu dalam bentuk mentah. Padahal, apabila negara-negara ini mengolah lebih jauh bahan tambang itu, maka dipastikan akan terjadi nilai tambah yang mampu berkontribusi besar pada perekonomian.

“Kalau kita melihat data tembaga dan litium dan sebagainya, itu top 10 produsernya di negara berkembang, tapi top 10 negara penghasil barang turunannya itu justru dari negara maju,” kata dia.

Imaduddin meyakini apabila negara berkembang mau berinovasi untuk mengolah critical mineral tersebut, maka manfaat ekonomi yang didapat bisa amat besar. Untuk mendorong inovasi tersebut, kata dia, maka dibutuhkan kebijakan pemerintah yang tepat untuk mengoptimalkan keberadaan barang tambang kritis itu. “Ada dua kata kuncinya, inovasi dan kebijakan pemerintah,” kata dia.

Critical mineral sebenarnya hanyalah satu dari sekian banyak potensi perekonomian yang dimiliki oleh negara-negara berkembang di kawasan selatan khatulistiwa. Negara-negara selatan seperti Indonesia diyakini menyimpan lebih banyak potensi ekonomi lainnya yang apabila dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh maka bisa membawa negara-negara selatan menjadi negara maju.

Upaya optimalisasi perekonomian negara-negara selatan inilah yang akan menjadi salah satu pokok pembahasan dalam High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF-MSP) 2024 yang diselenggarakan pada 1 sampai 3 September 2024. Pulau Bali akan menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan event yang akan dihadiri banyak kepala negara, pebisnis, pemerhati lingkungan dan akademisi tersebut.

Dihadiri pula oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, HLF-MSP 2024 akan mengangkat tema Strengthening Multi-Stakeholder Partnerships: Towards a Transformative Change. Salah satu fokus tema yang akan diangkat dalam pertemuan HLF-MSP adalah Multi-Stakeholder Partnerships for Strengthening South-South and Triangular Cooperation.

Tema yang dibahas dalam fokus tersebut adalah kemitraan lintas negara yang memperkuat kerja sama Selatan-Selatan dan Triangular guna menciptakan solusi bersama dalam menghadapi tantangan global. Dengan kerjasama yang terjalin di antara negara berkembang, diharapkan setiap anggota dapat saling mengoptimalisasi potensi negaranya masing-masing dan juga berkontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*