Target penerimaan pajak telah ditetapkan sebesar Rp 2.189,3 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Naik dari target dalam APBN 2024 sebesar Rp 1.988,9 triliun.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, untuk mengejar target penerimaan pajak yang naik 10,07% itu, pihaknya masih akan terus mengandalkan strategi ekstensifikasi dan intensifikasi.
Sebagaimana diketahui, ekstensifikasi ialah strategi penambahan jumlah wajib pajak, sedangkan intensifikasi ialah optimalisasi penggalian penerimaan pajak dari objek dan subjek pajak yang telah terdaftar di sistem otoritas pajak.
“Ekstensifikasi dan intensifikasi yang jelas,” kata Suryo di kawasan Gedung Parlemen, Jakarta, Selas (20/8/2024).
Dalam buku II Note Keuangan beserta RAPBN 2025, target penerimaan pajak itu terdiri dari pajak penghasilan atau PPh sebesar Rp 1.209,27 triliun, naik 13,8% dari outlook tahun anggaran 2024.
Sedangkan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) Rp 945,12 triliun naik dari outlook 2024 sekitar 15,3%. Sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp 27,1 triliun atau turun 18,3% dari outlook 2024, dan pajak lainnya Rp 7,8 triliun atau naik 7,8%.
Suryo mengatakan, khusus untuk PPh yang tumbuhnya hingga 13,8% akan didukung oleh potensi naiknya harga-harga komoditas. “Tahun ini kan kondisi ekonomi, harga komoditas turun banget, harapannya tahun depan meningkat,” ucapnya.
“Kalau ekonomi bagus, ya kita dinamisasi. Jadi ekstensifikasi dan intensifikasi tetap kita jalankan,” tegas Suryo.
Adapun untuk PPN yang meningkat pesat targetnya, ia tekankan masih berdasarkan strategi ekstensifikasi dan intensifikasi. Ia enggan menjawab pertanyaan bahwa target itu dinaikkan mempertimbangkan kenaikan tarif PPN 12% pada 2025 dari yang saat ini di level 11%.
“Bu menteri sudah jawabkan kemarin (soal kenaikan tarif PPN 12%), ekstensifikasi dan intensifikasi,” tutur Suryo.